Persamaan Dan Perbedaan Teori Norma Hans Kelsen Dengan Teori Hierarki Norma Dalam Negara Hans Nawiasky

    Uraikan persamaan dan perbedaan teori norma Hans Kelsen dan teori hierarki Norma Dalam Negara Hans Nawiasky

    Jawaban:

    Hierarki Norma Hukum (Stufentheorye-Hans Kelsen

    Dalam kaitannya dengan hierararki norma hukum, Hans Kelsen mengemukakan teori mengenai jenjang norma hukum (Stufentheorie) Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan) , dalam arti suatu norma yang lebih rendah berlaku , bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yanglebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yangtidak dapat di telusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar (Gurndnorm).

    Teori Stufenbau adalah teori mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang di mana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm). Menurut Kelsen norma hukum yang paling dasar (grundnorm) bentuknya tidak kongkrit (abstrak). Contoh norma hukum paling dasar abstrak adalah Pancasila

    Norma dasar yang merupkan norma yang tertinggi  dalam suatu sistem norma itu tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi Norma Dasar itu di tetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagi Norma Dasar yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada dibawahnya, sehingga suatu norma dasar itu dikatakan presupposed.

    Teori jenjang norma hukum  Hans Kelsen ini diilhami oleh seorang muridnya yang bernama  Adolf Merkl yang mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah (das Doppite Rechsanlitz).


    Menurut Adolf Merkl suatu norma hukum itu ke atas ia bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah ia juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma hukum di bawahnya, sehingga suatu norma hukum itumempunyai masa berlaku (rechtskracht) yang relatif karena masa berlakunya suatu norma hukum itu tergantung pada norma hukum yang ada di atasnya. Apabila norma hukum yang berada diatasnya dicabut atau dihapus, pada dasarnya norma-norma hukum yang berada di bawahnya akan tercabut dan terhapus pula.


    Berdasarkan teori Adolf Merkl tersebut maka dalam teori jenjang normanya hans kelsen  juga mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu bersumber  dann berdasar pada norma yang berada di atasnya, tetapi ke bawah norma hukum itu juga mnjadi sumber dan mendi dasar bagi norma yang lebih rendah daripadanya.


    Dalam hal tata susunan /hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (norma Dasar) itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma di bawahnya, sehingga apabila norma dasar itu berubah maka akan menjadi rusaklah sistem norma yang berada di bawahnya. Lihat gambar di bawah:

    Hierarki sistem norma Ilmu perundang-undangan
    Hierarki sistem norma

    Norma yang ada dalam masyarakat atau negara selalu merupakan suatu susunan yang bertingkat, seperti suatu piramida. Menurut Adolf Merkl dan Hans Kelsen, setiap tata kaedah hukum yang merupakan suatu susunan daripada kaedah-kaedah (stufenbau des recht). Dalam “stufentheorie”-nya Hans Kelsen mengemukakan bahwa di Puncak “stufenbau” terdapat kaedah dasar dari suatu tata hukum nasional yang merupakan suatu kaedah fundamental. Kaedah dasar tersebut tersebut di sebut “Grundnorm” atau “ursprungnorm”. Grundnorm merupakan asas-asas hukum yang bersifat abstrak, bersifat umum, atau hipotesis.



    piramida norma hukum ilmu perundang-undangan Hierarki Norma Hukum ( Stufentheorye-Hans Kelsen)
    Piramida Normamenurut Hans kelsen


    HIERARKI NORMA NEGARA (die Theorie vom Stufenordnung der Rechtsnormen-Hans Nawiasky)

    Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelsen mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya dengan suatu Negara. Hans Nawiasky dalam  bukunya yang berjudul “allgemeine rechslehre” mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen maka suatu norma hukum dari negara  manapun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang. Norma yang di bawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada suatu norma yang tertinggi yang disebut Norma Dasar. Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas empat kelompok besar antara lain:
    1. Kelompok I :Norma Dasar/Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm)
    2. Kelompok II : Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz)
    3. Kelompok III : Undang-Undang Formal (Formell Gesetz)
    4. Kelompok IV : Aturan Pelaksana/Aturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung)
    HIERARKI NORMA NEGARA

    HIERARKI NORMA NEGARA Hans Nawiasky



    Perbedaan teori norma Hans Kelsen dan teori hierarki Norma Dalam Negara Hans Nawiasky yaitu:



    Persamaan teori norma Hans Kelsen dan teori hierarki Norma Dalam Negara Hans Nawiasky yaitu:

    Persamaanya adalah bahwa keduanya menyebutkan bahwa norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis–lapis, dalam arti suatu norma itu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, norma yang diatasnya berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tertinggi dan tidak dapat ditelusuri lagi sumber dan asalnya, tetapi bersifat ‘pre-supposed’ dan ‘axiomatis’.


    Perbedaan teori norma Hans Kelsen dan teori hierarki Norma Dalam Negara Hans Nawiasky yaitu:

    1. Hans Kelsen tidak mengelompokkan norma-norma itu, sedangkan Hans Nawiasky membagi norma-norma itu ke dalam empat kelompok yang berlainan.
    2. Teori Hans Kelsen membahas jenjang norma secara umum (general) dalam arti berlaku untuk semua jenjang norma  (termasuk norma hukum Negara), sedangkan Hans Nawiasky membahas teori jenjang norma itu secara lebih khusus, yaitu dihubungkan dengan suatu Negara.
    3. Di  dalam teorinya Hans Nawiasky menyebutkan norma dasar negara itu tidak dengan sebutan staatsgrundnorm melainkan dengan istilah staatsfundamentalnorm. Hans Nawiasky berpendapat bahwa istilah staatsgrundnorm tidak tepat apabila dipakai dalam menyebut norma dasar negara, oleh karena pengertian grundnorm itu mempunyai kecenderungan untuk tidak berubah, atau bersifat tetap, sedangkan di dalam suatu negara norma dasar negara itu dapat berubah sewaktu-waktu karena adanya suatu pemberontakan, kudeta dan sebagainya. Pendapat Hans Nawiasky ini dinyatakan sebagai berikut: “Norma tertinggi dalam Negara sebaiknya tidak disebut staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm, norma fundamental Negara. Pertimbangannya adalah karena grundnorm dari suatu tatanan norma pada dasarnya tidak berubah-ubah, sedangkan norma tertinggi suatu Negara mungkin berubah-ubah oleh pemberontakan, coup d’etat, putsch, Anschluss dan sebagainya”
    4. Di dalam teorinya Hans Kelsaen norma dasar di sebut dengan Grundnorm sedangkan dalam teorinya Hans Nawiasky disebut dengan istilah Staatsfundamentalnorm

    Jabarkan dan uraikan kedua teori tersebut kedalam hierarki Norma Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 7 (1) UU NO. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

    Jawaban

    Hierarki Norma Hukum, menurut teori Hans Kelsen yang dikenal denganStufen Theorymenjelaskan bahwa : Norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifa thipothesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar (Grund Norm). Di dalam teori yang dikemukakan oleh Kelsen tersebut, ia menyatakan bahwa tertib hukum berbentuk sebuah piramid, dimana pada tiap-tiap tangga piramid terdapat kaedah-kaedah. 


    Grund Norm yaitu norma dasar ( teori Hans Kelsen ) di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu PANCASILA yang merupakan norma dasar sebagai dasar untuk membentuk norma atau peraturan yang berada di bawahnya. Sehingga peraturan-peraturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. 


    Bapak bangsa Indonesia Ir. Soekarno menjelaskan mengenai Pancasila di dalam pidato beliau yaitu Pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 sebagai berikut :

    “Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan   d a s a r. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indera. Apa lagi yang lima bilangannya? (Seorang yang hadir : Pendawa lima). Pendawapun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah P a n c a   S i l a . Sila artinya azas atau d a s a r , dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (Tepuktangan riuh). Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah “perasan” yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan  s o c i o – n a t i o n a l i s m e . Dan demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politiek- economische demokratie, yaitu politieke demokrasi d e n g a n sociale rechtvaardigheid, demokrasi d e n g a n kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu: Inilah yang dulu saya namakan  s o c i o -d e m o c r a t i e. Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang    k i t a   s e m u a   harus men-dukungnya.   S e m u a   b u a t   s e m u a !  Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Van Eck buat indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, – s em u a   b u a t   s e m u a ! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan g o t o ng – r o y o n g . Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara g o t o n g   r o y o n g ! Alangkah hebatnya!   N e g a r a   G o t o n g R o y o n g ! (Tepuk tang rendah). “Gotong Royong” adalah faham yang d i n a m i s , lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, b e r s a m a- s a m a ! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. A m a l   semua buat kepentingan semua, k e r i n g a t  semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! (Tepuktangan riuh rendah). Prinsip Gotong Royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah, saudara-saudara, yang saya usulkan kepada saudara-saudara. Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih: trisila, ekasila ataukah pancasila? I s i n y a  telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup didalam masa peperangan, saudara- saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara Indonesia, – di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wata’ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah s.w.t. “ . Jadi itulah penjelasan Bapak pendiri bangsa kita Bangsa Indonesia mengenai dasar negara yaitu Pancasila.


    Dan selanjutnya, teori Hans Kelsen tersebut kemudian disempurnakan oleh Hans Nawiasky dengan teorinya “Die Stufenordnung der Rechtsnormen”, yang mengatakan bahwa jenjang urutan hukum mulai dari atas sampai ke bawah, yaitu :

    1. Grundnormen (norma dasar), UUD
    2. Grundgesetzes (hukum dasar), TAP MPR
    3. Formelle Gesetzez (undang-undang)
    4. Verordnungen/Autonome satzungen (peraturan pelaksana)

    Jika dibandingkan teori “Stufen Theory” dari Hans Kelsen dan teori “Die Stufenordnung der Rechtsnormen” dari Hans Nawiasky, maka dapat dilihat adanya cerminan dari kedua sistem norma  tersebut dalam  sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. Lihat gambar berikut :


    Dimana dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia norma-norma hukum yang berlaku berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, dimana suatu norma itu selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia yaitu Pancasila.


    Hierarki dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia sebagai berikut :

    1. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 merupakan norma hukum tertinggi negara (Staatsfundamental Norm). Yang di muat dalam pembukaan UUD 1945 berupa prinsip-prinsip hukum dan norma fundamental negara.
    2. Batang Tubuh UUD 1945 serta TAP MPR merupakan hukum atau peraturan dasar (Grundgesetzes). Batang Tubuh UUD 1945 memuat penjabaran menjadi norma-norma hukum dan terdapat aturan dasar negara atau aturan pokok negara.
    3. Undang-Undang/ Perpu merupakan peraturan formal (Formelle Gesetzez). Undang-undang mengatur semua aspek kehidupan baikkehidupan bernegara meupun kemasyarakatan.
    4. Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah merupakan peraturan pelaksana (Verordnungen/Autonome satzungen). Peraturan Daerah merupakan produk hukum dari pemerintah Daerah yang bersifat otonom dalam rangka melaksanakan hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.

    Selanjutnya, berbicara mengenai Hierarki perundang-undangan. Di Indonesia peraturan perundang-undangan yang berlaku menurut TAP MPRS NO. XX/MPRS/1996 telah ditetapkan hierarki perundang-undangan dengan ketentuan bahwa peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi. Tingkatan perundang-undangan tersebut adalah sebagai beikut :Undang-Undang Dasar 1945

    1. Ketetapan MPR
    2. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
    3. Peraturan Pemerintah
    4. Keputusan Presiden
    5. Peraturan pelaksana lainnya
    6. Peraturan Menteri
    7. Instruksi Menteri
    8. Dan lain-lain

    Sebagaimana diketahui bahwa isi TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 ini berdasarkan TAP MPR No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978, berkenaan dengan tata urutan perundang-undangan masih perlu disempurnakan lagi. Adapun penyempurnaan dari ketetapan ini terwujud dalam sidang tahunan MPR RI 7-18 Agustus 2000 yang menghasilkan ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan, yang di dalamnya memuat ketentuan yang menegaskan :

    1. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
    2. Tata urutan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya
    Dengan adanya ketetapan MPR No. III/MPR/2000, ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, dan ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.


    Selanjutnya, di dalam undang-undang terbaru yaitu Undang-Undang No. 12 tahun 2011 sebagaimana dijelaskan di dalam pasal 7 ayat 1 mengenai Jenis dan Hierarki Peraturan perundang-undangan, yang terdiri atas :

    1. Undang-Undang Dasar 1945
    2. Ketetapan MPR
    3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
    4. Peraturan Pemerintah
    5. Peraturan Presiden
    6. Peraturan Daerah Provinsi, dan
    7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

    Hierarki


    Adapun penjelasannya yaitu :

    Undang-undang dasar 1945 

    Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
    • UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949
    • setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.

    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI)

    Merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.


    Contoh :  TAP MPR NOMOR III TAHUN 2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000


    Undang-Undang 

    Adalah Peraturan Perundang-undangan Yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya.

    Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG “LARANGAN MEROKOK”


    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

    Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
    2. Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
    3. DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
    4. Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.

    Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;

    diganti dengan :

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJIContoh: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI


    Peraturan pemerintah (PP)

    Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. 

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1987 TENTANG SATUAN TURUNAN, SATUAN TAMBAHAN, DAN SATUAN LAIN YANG BERLAKU 

    dan

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1973 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH


    Peraturan Daerah Provinsi

    Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.


    Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi. 


    Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.


    PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan PERDA NO. 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR:  10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT


    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

    Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.
    Contoh :


    “ PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK” NOMOR 01 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 01 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK TAHUN ANGGARAN 1989/1990


    Di dalam UU No 12 tahun 2011, ditetapkan bahwa Ketetapan MPR kembali masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dimana sebelumnya dalam UU No. 10 tahun 2004 ketetapan MPR ini sempat dikeluarkan dari hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini terjadi dengan konsideran bahwa dicantumkannya kembali TAP MPR ke dalam hierarki, sebagai konsekuensi karena masih banyak TAP MPR yang masih berlaku. Sehingga, dengan masuknya kembali ke dalam hierarki, secara hukum kekuatannya lebih kuat dibanding sebelumnya.




    DAFTAR PUSTAKA

      
      
    • Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia,  Mandar Maju, Bandung.
    • Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Kanisus, Yogyakarta.
    • https://ferrykoto.wordpress.com/2016/07/24/teori-hirarki-hukum/,di akses pada tanggal 17-3-2018 jam 1:07 am
    • http://rajawaligarudapancasila.blogspot.co.id/2016/10/memahami-hirarki-norma-hukum-dalam.html,di akses pada tanggal 17-3-2018 jam 1:57 am
    • http://rasjuddin.blogspot.co.id/2013/06/pengaruh-teori-piramida-hukum-hans.htmldi akses pada tanggal 18-3-2018 jam 7:57 am
    • http://auliyagustireno.blogspot.co.id/2014/02/hierarki-norma-hukum-dan-hierarki.htmldi akses pada tanggal 18-3-2018 jam 7:57 am
    • 
      

    LihatTutupKomentar